QUICK JUMP: HOME CORAT-CORET MOTIVATION SELFPRENEURSHIP

Monday, April 9, 2007

Kutu Kupret

Siang tadi aku dibuat tertawa oleh temanku waktu dia menceritakan tentang boss-nya yang bikin dia kesel sampai-sampai menyebutnya dengan “Kutu Kupret”. Kata itu memang sering kudengar, tapi aku masih saja tertawa kalau ada yang menyebutkanya. Pasalnya, aku tidak habis pikir istilah itu dipakai untuk mencela seseorang. Darimana sebenarnya asal kata itu? Kasihan sekali Bahasa Indonesia kita ini. Bahasa gaul yang campur dengan bahasa Inggris saja sudah makin rancu, ditambah lagi istilah-istilah cela-an semacam itu yang tidak jelas asal-usulnya.

Sesampainya dirumah aku iseng mencoba mencari di internet tentang si kutu ini. Tapi kebanyakan, “primbon” online tersebut cuma menyebutkan tentang kutu yang ada di kepala. Yang lainnya berkisar antara kutu busuk, kutu rambut dan kutu buku untuk menggambarkan orang yang suka sekali membaca. Sedangkan kutu kupret sendiri masuk dalam kategori unidentified word alias tidak dikenal, sesuai dugaan.

Dalam kondisi kutu-an memang tidak enak. Jelas bukan karena aku pernah kutu-an sehingga bisa menyatakan seperti itu. Tapi karena aku sering melihat kelinci peliharaanku rela menggigiti kaki dan badannya sendiri supaya kutunya mati. Sifat kutu yang sangat mengganggu dan membuat tidak nyaman itulah mungkin yang dipakai untuk menggambarkan seseorang yang kelewat menyebalkan sehingga disebut Kutu.

Lalu si Kutu ini kawin dengan siapa sampai menyandang marga Kupret? Ada yang berpendapat bahwa mungkin itu adalah bentuk halus dari kata “Kampret” yang memang sering digunakan untuk ngatain orang. Maknanya sebenarnya sama saja yaitu menggambarkan seseorang yang menyebalkan. Dulu waktu sedang KKN di Gunung Kidul, aku pernah mencicipi hidangan khas daerah tersebut yang juga dinamakan Kampret. Hidangan ini berupa seekor kelelawar kecil yang dibakar di tusukan sate. Mungkin kata Kampret berasal dari sana sesuai dengan sifat kelelawar yang memang sangat mengganggu buah pepohonan di malam hari. Namun, seorang ‘pakar nyela’ yang kutemui kurang setuju dengan asumsi tersebut. Menurutnya Kupret itu sebenarnya sudah bentuk padat dari Kutu Kampret.

Jadi kalau semua maknanya sama, kenapa sudah dicela Kutu kok masih ditambah Kupret yang sebenarnya juga kependekan dari Kutu Kampret? Apakah saking menyebalkannya sampai satu Kutu saja tidak cukup untuk menggambarkannya sehingga ngajak kembarannya yang sudah terlebih dahulu duet dengan si Kampret.

Tanya sana-sini, akhirnya tetap saja tidak terlacak siapa yang bertanggung jawab mempopulerkannya pertama kali. Namun kini aku sudah tahu maknanya, jadi paling tidak aku akan lebih berhati-hati menjaga sikap agar jangan sampai dianggap sebagai orang yang menyebalkan dan bergabung menjadi kuartet bersama 2 Kutu dan 1 Kampret tadi.

Salam Kutu-an.

Written by : Handoko